Sejak Kapan Menjadi Komentator masakan?

Hidangan prasmanan sudah siap, puluhan orang sedang antri. Seorang ibu yang sudah di depan, layaknya seorang juri lomba masak, berkomentar, “Aduh penataannya kok gini. Wah, sayang tidak ada sambalnya,”. Ini bukan fragmen, tapi fakta yang pernah saya lihat langsung. Padahal ibu tadi seorang tamu.
“Kurang pedas, keasinan, ikannya alot, sayang tidak ada lalapannya,…” celotehan-celotehan di moment berbeda. Bahkan, saya pernah menyaksikan seseorang dengan entengnya membandingkan makanan di depannya dengan makanan lain yang pernah ia rasakan, di depan orang yang masak. Kalau perlakuan itu untuk anda, bagaimana ya rasanya? Atau pas itu istri anda atau tukang masak anda, rasakan dengan hati! Sakitnya itu disini.
Alasan apapun, “mencelah” atau komentar terhadap makanan, sangat tidak etis. Apalagi statusnya sebagi tamu atau hanya sebagai penikmat. Selain melukai hati orang lain juga menunjukkan ketidaksabaran terhadap sesuatu yang terjadi. Mestinya dia menahannya.
Saya pernah menyaksikan, beberapa kawan pandai sekali memuji makanan. Tidak segan-segan dia memberi apresiasi kepada tukang masak atau tuan rumah, dengan kalimat positif, “masakannya luar biasa, makanannya mantap,”. Itulah yang mestinya dilakukan oleh siapapun, termasuk saya dan anda.
Pikiran yang terlintas, ucapan yang keluar adalah manifestasi hati dan itu bagian dari do’a. Lebih bijaksana, jika menjumpai makanan, ucapkan syukur dan do’akan kepada yang menghidangkan. Memohon keberlimpahan dan keberkahan makanan. Sikap positif ini akan menambah rasa syukur dan menutup komentar/celaan.
Indah sekali pesan nabi dalam hadist yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sekali pun. Apabila beliau berselera (suka), beliau memakannya. Apabila beliau tidak suka, beliau pun meninggalkannya (tidak memakannya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Ya Robbi, terima kasih atas nikmat-Mu, terima kasih atas rizqi-Mu hari ini. Maafkan kami yang sering lupa dan bersyukur”.
Ditulis oleh Kang Ud