Alumni Karangasem, Jangan Terlena (Sebuah Catatan)

Seusai tahajjud kumerenung lagi. Siapa, kemana diri hina ini. Lama kutertidur dalam duniaku. Nanarku memandang alam sekelilingku.

Sebait lagu renungan kader menyapa para tamu undangan dalam acara Wisuda terpadu, SMA, SMK, MA dan DINIYAH, Ponpes Karangasem Muhammadiyah Paciran, Kamis (31/3/2022).

30 personel tim paduan suara putri berjejer rapi di sisi kanan panggung utama. Berbusana putih berjas merah.

Syair ini tidak asing bagi penulis. Era tahun 90-an dalam setiap kegiatan training di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) selalu diiringi nasyid tersebut. Lagu ini tidak akan pernah layu akan terus memantik api perjuangan.

Perjuangan tidak mengenal kata finish. Ia menjadi nafas kehidupan. “Kalau hidup hanya sekedar hidup, hewanpun bisa hidup,” kata ulama kharismatik, Prof. Dr. Hamka.

Karangasem adalah ponpes yang sudah melegenda di hati masyarakat. Menjadi persemaian kader ummat dan Persyarikatan.

“Sudah terbukti dan teruji Ponpes Karangasem Muhammadiyah Paciran, kader-kadernya sudah menyebar seantero Nusantara, bahkan di luar negeri,” sambutan tulus pada saat saya mewakili orang tua/wali santri di hadapan peserta wisuda dan para pimpinan pondok.

Beribu mujahhid berguguran sudah. Beribupun nampak semakin merenta. Namun kebatilan tiada kunjung sirna. Bahkan semakin menyesakkan dunia.

“Jangan menunggu apalagi meminta kematian, maut akan datang tanpa kita minta,” pesan spiritual yang pernah disampaikan oleh KHA Dahlan.

Kini tiba waktu tuk tampilkan diri.Derita ummatku tak sabar menanti. Dalam ikatanku tlah bersemi janji. Hidup di jalannya atau mati syahid.

Bait terakhir, menggoncang jiwa yang mati, menyuburkan qolbu yang beku.

“Apa yang kau lakukan hari ini, itulah masa depanmu. Apa yang akan terjadi hari esok, hasil dari lukisanmu saat ini,” tak terasa butiran air mata jatuh.

Ya Allah kutitip anak-anak kami.

Engkau penjaga terbaik, dunia akhirat.

Oleh Mohamad Su’ud (aktifis IPM era tahun 1990-1998